sumbu.id, JAKARTA – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan PT Sarana Pembangunan Riau (SPR), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Riau.
Kasus ini terkait pengelolaan dan operasionalisasi Blok Migas Langgak pada periode 2010 hingga 2015, dengan total kerugian negara ditaksir mencapai Rp33,29 miliar dan USD 3.000.
Penetapan tersangka diumumkan oleh Wakil Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri, Kombes Pol Bhakti Eri Nurmansyah, dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (21/10/2025).
“Penyidik telah menetapkan dua tersangka, yakni saudara RA selaku Direktur Utama PT SPR periode 2010–2015 dan saudari DRS selaku Direktur Keuangan pada periode yang sama,” ujar Bhakti.
Keduanya telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri untuk kepentingan penyidikan.
Penyidikan Sejak 2024, Aset Rp50 Miliar Disita
Bhakti menjelaskan, penyidikan kasus ini telah berlangsung sejak Juli 2024. Selama proses penyidikan, penyidik telah memeriksa 45 saksi dan 4 ahli, serta melakukan penggeledahan di kantor PT SPR di Pekanbaru dan di kediaman para tersangka di Jakarta Selatan dan Pekanbaru.
Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita sejumlah dokumen penting, barang elektronik, serta uang tunai Rp5,4 miliar. Selain itu, untuk kepentingan asset recovery, penyidik juga membekukan 12 aset bergerak dan tidak bergerak milik para tersangka dengan total nilai mencapai Rp50 miliar.
Modus: Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Prinsip GCG
Kasus ini bermula saat PT SPR berubah status dari perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) pada Mei 2010.
Pada tahun yang sama, PT SPR bersama Kingswood Capital Limited (KCL) membentuk konsorsium dan memperoleh kontrak kerja sama pengelolaan Blok Migas Langgak dari Kementerian ESDM untuk jangka waktu 20 tahun (2010–2030).
Namun, dalam pelaksanaannya, kedua tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan berbagai pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG). Beberapa temuan penyidik antara lain: Pengeluaran dana tanpa dasar yang jelas, pengadaan tanpa analisis kebutuhan, kesalahan pencatatan overlifting, pengelolaan keuangan yang tidak transparan dan akuntabel.
Hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan, tindakan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara secara signifikan.
Berkas Perkara Dinilai Lengkap
Bhakti menambahkan, berkas perkara kedua tersangka telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa peneliti pada 3 Oktober 2025. Dalam waktu dekat, penyidik akan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan untuk proses hukum tahap II.
“Penyidik terus berkoordinasi dengan jaksa peneliti untuk memastikan seluruh aset hasil kejahatan dapat dipulihkan bagi negara,” tegasnya.
Leave a comment