sumbu.id, Vonis Harvey Moeis menjadi sorotan publik karena dinilai hukuman yang dia terima terlalu ringan. Sebab, ia hanya dijatuhi hukuman penjara 6,5 tahun atas kasus korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. pada 2015–2022. Vonis ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni, 12 tahun penjara.
Hakim Ketua Eko Aryanto mengatakan Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan secara bersama-sama.
“Hal ini sebagaimana dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer,” kata Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, seperti dilansir Antara.
Hukuman terhadap Harvey Moeis yang telah merugikan negara mencapai Rp300 triliun itu pun mendapatkan banyak kritikan. Salah satunya mantan Menko Polhukam Mahfud MD, menurutnya putusan itu tak masuk diakal.
“Tak logis, menyentak rasa keadilan. Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan TPPU Rp300 T. Oleh jaksa hanya dituntut 12 tahun penjara dengan denda 1 M dan uang pengganti hanya dengan Rp 210 M. Vonis hakim hanya 6,5 tahun plus denda dan pengganti dengan total Rp212 M. Duh Gusti, bagaimana ini?” tulis Mahfud MD dalam unggahan akun X resminya dikutip pada Kamis (26/12/2024).
Kemudian, Kritik juga disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan. Ia bertanya-tanya kerugian negara sebesar Rp 300 triliun yang tak sebanding dengan hukuman pelaku koruptor.
“Putusan ini adalah kabar buruk bagi keadilan. Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp 300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara?” ujar Hinca kepada wartawan, Rabu (25/12/2024).
Hinca menyebut korupsi yang dilakukan Harvey Moeis dan kawan-kawan merupakan kejahatan yang paling berdampak terhadap alam Indonesia. Ia menyebut apa yang telah diperbuat Harvey dan pelaku lainnya merusak masa depan generasi muda RI.
“Timah Bangka Belitung, yang seharusnya menjadi berkah bagi daerah, justru menjadi kutukan. Korupsi ini bukan sekadar mencuri uang, ini mencuri masa depan,” tambahnya.
Bahkan Hinca menyebut tak masuk akal hukuman yang diberikan ke Harvey hanya 6,5 tahun. Ia mengatakan tuntunan jaksa sebanyak 12 tahun saja sudah ringan bagi koruptor sekaligus perusak alam tersebut.
“Lingkungan di Babel hancur, tambang ilegal merajalela, dan rakyat hidup dengan warisan kerusakan. Lalu, hukuman hanya 6,5 tahun? Hilang sudah akal sehat,” tegas Hinca.
“Saya bahkan merasa tuntutan jaksa yang 12 tahun saja sudah terasa ringan. Tapi hakim menilai jauh lebih rendah lagi. Apa ini? Diskon akhir tahun untuk para koruptor,” sambungnya.
Diketahui, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara, Harvey juga dikenakan pidana denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Harvey berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider dua tahun penjara.
Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan, yakni perbuatan Harvey dilakukan saat negara sedang giat melakukan pemberantasan terhadap korupsi.
“Sementara hal meringankan, yaitu terdakwa berlaku sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum,” ungkapnya.
Selain Harvey, dalam persidangan yang sama terdapat pula Suparta selaku Direktur Utama PT RBT serta Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT yang mendengarkan pembacaan putusan majelis hakim.
Suparta divonis secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang sama dengan Harvey, sehingga dituntut dengan pasal yang sama.
Oleh karena itu, Suparta dijatuhkan hukuman penjara selama delapan tahun, denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama enam bulan, serta membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider enam tahun penjara.
Sementara Reza dinyatakan secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sehingga melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk itu, Reza dijatuhkan pidana penjara selama lima tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama tiga bulan.
Adapun putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya.
Dalam tuntutan, Harvey dituntut agar dijatuhkan pidana penjara selama 12 tahun serta pidana denda sejumlah Rp1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Selain itu, Harvey juga dituntut agar dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp210 miliar subsider pidana penjara selama 6 tahun.
Sementara itu, Suparta dituntut pidana penjara selama 14 tahun, pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan satu tahun, dan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp4,57 triliun subsider pidana penjara selama 8 tahun.
Sedangkan Reza dituntut agar dikenakan pidana penjara selama delapan tahun dan pidana denda sebanyak Rp750 juta subsider pidana kurungan selama enam bulan.
Dalam kasus korupsi timah, ketiga terdakwa diduga melakukan korupsi bersama-sama sehingga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
Kerugian tersebut meliputi sebanyak Rp2,28 triliun berupa kerugian atas aktivitas kerja sama sewa-menyewa alat peralatan processing (pengolahan) penglogaman dengan smelter swasta, Rp26,65 triliun berupa kerugian atas pembayaran biji timah kepada mitra tambang PT Timah, serta Rp271,07 triliun berupa kerugian lingkungan.
Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta didakwa menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun. Kedua orang tersebut juga didakwa melakukan TPPU dari dana yang diterima.
Sementara Reza diduga tidak menerima aliran dana dari kasus dugaan korupsi tersebut. Namun, dirinya didakwa terlibat serta mengetahui dan menyetujui semua perbuatan korupsi itu.
Leave a comment